Strategi Praktis Menulis untuk Jurnal Internasional Bereputasi


Mempublikasikan artikel atau paper secara internasional adalah perlu bagi setiap akademisi (ilmuwan/dosen). Setiap dosen ditantang bukan hanya memproduksi karya-karya ilmiah, tetapi, juga dituntut mendiseminasikan karya-karya tersebut. Seperti yang dicantumkan di berbagai regulasi, seperti UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen pasal 60; UU No 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi pasal 4; Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara no 17/2013 tentang Jabatan Fungsional dan Angka Kredit Dosen pasal 7, karya-karya dosen mencakup tiga tugas pokok, yaitu pengajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Agar dapat memenuhi tujuan pendidikan tinggi (pasal 5 UU No 12/2012), maka dosen diwajibkan menyebarluaskan karya-karya tersebut dalam publikasi ilmiah (pasal 12 UU No 12/2012; dan pasal 49 UU No 5/2014). Jenis publikasi ilmiah ini, menurut pasal 8 Permenpan No 17/2013, dapat berbentuk buku referensi, buku ajar, monograf, artikel di media massa, dan jurnal ilmiah nasional dan internasional.

Publikasi ilmiah pada dasarnya merupakan aktivitas yang inherent dan melekat pada status dosen, artinya, karena status itulah yang membuat seseorang harus melakukan publikasi ilmiah. Belum lengkap menjadi dosen jika hanya mengajar di kelas tanpa menghasilkan karya ilmiah dan mempublikasikannya. Hanya melalui karya ilmiah, seorang dosen dapat membangun budaya akademik yang baik, seperti terbiasa melakukan critical thinking, melakukan riset dengan baik, kemampuan analisis dan solusi, memiliki kemampuan beragurmen dan menyampaikan pemikiran dengan baik serta menguasai teknik menulis ilmiah.

Selanjutnya, kewajiban membuat dan menyebarluaskan karya ilmiah ini menjadi instrumen menentukan jenjang karir dosen. Permenpan No 46/2013, yang telah mengganti beberapa pasal dalam Permenpan No 17/2013, mengatur jenjang karir terkait publikasi ilmiah ini. Di pasal 26 ayat 3, disebutkan bahwa kenaikan jabatan akademik dosen untuk menjadi (a) Lektor minimal wajib memiliki karya ilmiah yang terbit pada jurnal ilmiah; (b) Lektor Kepala bagi S3 wajib mempunyai publikasi jurnal nasional terakreditasi; (c) Lektor Kepala bagi S2 wajib jurnal internasional; dan (d) Profesor harus memiliki publikasi jurnal internasional bereputasi. Ayat 5 mengatur peluang loncat jabatan, dari asisten ahli menjadi lektor kepala atau lektor kepala menjadi profesor, dengan syarat wajib mempunyai jurnal internasional bereputasi.


Selain dua hal di atas, sebagai unsur yang melekat pada status dosen dan instrumen jenjang karir, ada beberapa alasan lain perlunya dosen mempublikasikan karya ilmiah di jurnal internasional. Pertama, publikasi di jurnal internasional merupakan alat membangun reputasi dosen dan reputasi universitas tempat dosen tersebut mengabdi. Dengan bantuan teknologi internet (jurnal versi online), artikel yang dimuat dapat dibaca dan diisitasi oleh kalangan akademis di dunia. Artikel yang disitasi dapat diartikan bahwa artikel tersebut dianggap mengandung konten yang layak secara ilmiah. Kedua, publikasi di jurnal internasional membuka peluang membangun kerjasama dan network dengan ilmuwan lain, dari dalam dan luar negeri. Hal ini dapat terjadi dalam dua situasi: (i) terjadi saat proses pembuatan publikasi ilmiah, yaitu dengan mengajak ilmuwan lain berkolaborasi menghasilkan karya ilmiah, baik dengan melakukan riset bersama maupun meminta ilmuwan lain ini sebaggai reviewer dan supervisor penulisan karya ilmiah; (ii) terjadi setelah suatu karya ilmiah dipublikasikan, yaitu ketika ilmuwan lain mem-follow up karya kita melalui kontak email dan menawarkan riset bersama.

Ketiga, publikasi ilmiah di jurnal internasional membuka peluang mendapatkan penghargaan (noble winning), beasiswa, dan funding. Dosen yang karya ilmiahnya banyak disitasi akan mendapatkan h-index yang tinggi, yang menjadi indikator pengakuan dunia akademik terhadap eksistensi dan kualitas dosen yang bersangkutan. Penghargaan finansial juga disediakan oleh berbagai lembaga, seperti Dikti maupun universitas yang bersangkutan. Keempat, beberapa perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri menyaratkan mahasiswa program Doktor/Ph.D untuk mempublikasikan risetnya sebagai syarat kelulusan atau ikut ujian tesis/disertasi. "Cara Tembus Artikel Jurnal Internasional Bereputasi" Asumsinya, riset yang dimuat di jurnal inernasional dianggap telah diterima oleh masyarakat ilmiah dan mengandung konten yang layak secara ilmiah. Kelima, banyaknya publikasi internasional menjadi indikator kemampuan daya saing bangsa di level dunia. Ada keterkaitan kuat antara produktivitas publikasi dengan kondisi ekonomi suatu negara (Pratomo, 2015), dan indikator daya saing di bidang riset dan pendidikan (Jayanegara, 2015). 

Keenam, publikasi internasional membuka peluang para dosen untuk mengembangkan dan menyosialisasikan ilmu pengetahuan berbasis perspektif atau kearifan lokal. Harus diakui bahwa fokus pengembangan teori masih didominasi oleh ilmuwan Amerika Serikat dan beberapa negara barat di Eropa (Sriramesh & Vercic, 2003). Di bidang kajian komunikasi, misalnya, teori-teori komunikasi Barat telah diaplikasikan di berbagai penjuru dunia sebagai norma universal untuk aktivitas komunikasi dalam beberapa dekade (Ayish, 2003). Padahal, Indonesia dan negara-negara Timur (Asia) memiliki karakter sosial budaya yang khas, yang tidak sepenuhnya sama dengan karakter negara-negara Barat (Gunaratne, 2009; Littlejohn & Foss, 2008). 

baca juga : "Cara Tembus Artikel Jurnal Internasional Bereputasi"

Teori-teori ditentukan oleh konteks kultural dan kondisi lingkungan tempat teori itu dimunculkan walaupun dalam beberapa aspek teori-teori itu mengandung norma-norma umum dan universal (McQuail, 2000). Pendapat McQuail ini selaras dengan hasil studi penulis, yaitu tidak semua prinsip Teori Excellent diterapkan sama di Indonesia (Kriyantono, 2015d). Kurangnya kajian dalam konteks Indonesia, dirasakan oleh Hobart (2006) saat membahas kesulitan ilmuwan Barat mendapatkan literatur kajian fenomena komunikasi dalam perspektif Indonesia.

Masih dalam bidang kajian Ilmu Komunikasi, gagasan tentang kebutuhan studi komunikasi dari perspektif Timur (Asia) telah meningkat akhir-akhir ini (Dissayanake, 1988; Gunaratne, 2009; Littlejohn & Foss, 2008; Raharjo, 2013). Berbeda dengan Indonesia, beberapa negara Asia, seperti Cina, Jepang, India dan Korea Selatan, telah berhasil memunculkan teori komunikasi Cina, Jepang, India dan Korea Selatan yang telah disebarkan dalam beberapa buku dan jurnal internasional (Dissayanake, 1988; Dissayanake, 2004; Gunaratne, 2009; Raharjo, 2013). Dari 27 teori public relations, misalnya, tidak ada satu pun teori dalam perspektif Indonesia (Kriyantono, 2014). Yang menarik, keberhasilan memunculkan kajian teoritis dalam perspektif lokal di Cina, Jepang, India dan Korea Selatan berkorelasi dengan banyaknya jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional dari keempat negara itu. Data dari Pratomo (2015), keempat negara itu berada pada empat besar negara Asia yang terbanyak jumlah publikasi ilmiah di jurnal internasional.


Tuntutan menghasilkan karya ilmiah berbasis kearifan lokal ini juga didorong kenyataan bahwa negara-negara Asia memiliki potensi daya saing di level dunia. Pada 2012, Cina, Jepang dan India juga masuk 10 besar dunia untuk jumlah karya ilmiah yang terbit di jurnal internasional bereputasi (yaitu yang terindeks scopus). Kesepuluh besar ini adalah Amerika Seriikat (537 ribu); Cina (392 ribu); Inggris (152 ribu); Jerman (143 ribu); Jepang (118 ribu); Prancis (102 ribu); India (98 ribu); Italia (85 ribu); Kanada (84 ribu); dan Spanyol (76 ribu). 


LihatTutupKomentar